Langsung ke konten utama

Remaja dan Permasalahan Masturbasi


Bab 1
Pendahuluan

Latar Belakang Masalah
            Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa.[1] Oleh karena itu dalam masa ini remaja memiliki banyak kesulitan untuk menempatkan diri. Artinya dalam masa tersebut, remaja tidak dapat lagi menempatkan diri dalam masa anak-anak sekaligus belum dapat disebut dewasa.

Masalah seks dalam masa remaja sangat beragam. Beberapa masalah seks yang sering dihadapi juga dalam masa remaja antara lain: penyimpangan seks seperti homo, lesbian, seks bebas, seks di luar nikah, masturbasi dan onani. Dalam karya tulis ini penulis akan membahas salah satu masalah yang sangat krusial dalam masa remaja, yaitu masturbasi atau onani. Masalah ini berkaitan erat dengan masa pertumbuhan yang dihadapi oleh remaja. Remaja menghadapi perubahan-perubahan baik secara emosional maupun secara fisik. Mereka kemudian mulai menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi itu.[2]
Masturbasi dan onani merupakan persoalan yang dihadapi hampir semua remaja. Hal ini disebabkan oleh kondisi psikis remaja yang sedang dalam masa puber.[3] Masa puber memungkinkan remaja mengalami metabolisme dalam tubuh yang dapat meningkatkan hormon yang berkaitan dengan keinginan seksual. Pada masa puber remaja mengalami masa yang sangat sulit untuk dikontrol. Hal tersebut juga dapat berarti remaja sangat sulit untuk mengontrol diri sendiri. Secara khusus yang dimaksudkan penulis dalam hal ini adalah mengontrol diri dari keinginan untuk bereksplorasi dengan seks.


Identifikasi Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Dalam masa ini terdapat berbagai macam guncangan psikis, salah satunya adalah meningkatnya hormon seksual.
2.      Remaja mengalami masa puber yang memungkinkan remaja untuk melakukan eksplorasi terhadap seks. Salah satu cara yang biasa dilakukan remaja untuk menikmati seks adalah melalui masturbasi.
3.      Kurangnya penguasaan diri remaja terhadap keinginan seksual yang memuncak pada masa remaja, sehingga melakukan penyimpangan seksual melalui masturbasi.

Pembatasan Masalah
            Pembahasan dalam karya tulis ini difokuskan pada salah satu pokok permasalahan yang banyak dialami oleh para remaja, yaitu masturbasi. Dengan kata lain, masturbasi yang dibahas dalam karya tulis ini hanya menyangkut masturbasi yang dilakukan oleh para remaja.

Perumusan Masalah
            Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dilakukan penulis, maka penulis merumuskan masalah yang akan menjadi topik pembahasan dalam karya tulis ini, yaitu: Apakah masturbasi menurut psikologi dan Alkitabiah? Bagaimana seharusnya remaja Kristen menghadapi gejolak dalam masa puber, secara khusus masturbasi?

Tujuan Penulisan
            Karya tulis ini bertujuan untuk memaparkan masalah seks, secara khusus mengenai masalah masturbasi yang dihadapi oleh remaja. Pada dasarnya pemaparan tersebut dilihat dari perspektif psikologi dan Alkitabiah (Kristiani).
            Pembahasan dalam karya tulis ini merupakan usaha yang dilakukan penulis untuk memberikan pemahaman terhadap remaja Kristen akan pentingnya memahami masturbasi dari sudut pandang Alkitabiah dengan tidak mengabaikan perspektif psikologis.


Manfaat Penulisan
            Karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca, secara khusus remaja untuk dapat memahami secara mendalam mengenai perpektif yang seharusnya terhadap perkembangan dalam masa remaja. Perkembangan yang dimaksud mengacu kepada meningkatnya keinginan remaja terhadap seks yang dipicu oleh pubertas.
            Dengan adanya pemahaman akan perspektif yang benar, maka remaja akan dapat mengambil keputusan yang tepat berdasarkan kehendak Tuhan terhadap masalah masturbasi tersebut. Keputusan yang tepat membawa kepada kehidupan yang berkenan di hadapan Tuhan.

Sistematika Penulisan
Penulis akan membahas beberapa bagian yang berhubungan dengan masturbasi dan onani dalam karya tulis ini. Secara umum tulisan ini akan dimulai dengan mendefinisikan kata mastrubasi atau onani. Selanjutnya tulisan ini akan membahas mengenai latar belakang yang memicu remaja bereksplorasi dengan seks melalui masturbasi.
Setelah melakukan pembahasan definitif dan latar belakang terhadap masturbasi dan onani, maka tulisan ini akan dilanjutkan dengan melihat masturbasi dari perspektif psikologis dan Alkitabiah. Dalam hal ini penulis memberikan pemahaman terhadap masturbasi berdasarkan pandangan-pandangan dari kedua bagian tersebut. Dengan kata lain, penulis akan melihat mastrubasi atau onani berdasarkan perspektif beberapa psikolog. Demikian juga dengan pandangan Alkitabiah, penulis akan menyelidiki pandangan Alkitab terhadap masturbasi. Penulis akan melihat pandangan Alkitab baik secara eksplisit maupun implisit. Pembahasan mengenai perspektif psikologis dan Alkitabiah akan diakhiri dengan ringkasan mengenai pandangan penulis terhadap masturbasi dan onani.
Pada bagian selanjutnya dari karya tulis ini, penulis akan membahas mengenai dampak atau efek dari tindakan masturbasi dan onani. Dampak tersebut dapat dialami secara fisik maupun psikis.
Setelah membahas mengenai dampak psikis dan fisik, maka tulisan ini akan diakhiri dengan pandangan penulis terhadap berbagai dampak yang dapat diakibatkan dari tindakan eksplorasi seks melalui masturbasi atau onani. Selain itu penulis akan menyertakan mengenai tindakan yang seharusnya dilakukan oleh remaja (secara khusus remaja Kristen) untuk menyikapi tindakan masturbasi.
Harapan penulis terhadap karya tulis ini dapat memberikan wawasan yang sederhana mengenai masturbasi dan onani. Sehingga pembaca mendapatkan perbuahan paradigma terhadap hal tersebut dan dapat mengambil keputusan yang bijaksana untuk menjalani kehidupan. Selain itu juga karya tulis ini dapat memenuhi sebagian dari persyaratan dalam mata kuliah Konseling Remaja.



Bab 2
Pengertian Masturbasi atau Onani

Pendahuluan
            Masturbasi atau onani merupakan kegiatan atau tindakan yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk mendapatkan kepuasan seksual. Dalam hal ini, setiap orang yang dimaksud oleh penulis adalah orang yang telah mencapai fase pengalaman seks melalui alat kelamin.[4]  Pengalaman seks melalui alat kelamin mulai dialami dan mencapai puncaknya dalam masa remaja. Salah satu cara yang dilakukan dalam masa remaja untuk mendapatkan pengalaman seks adalah melalui masturbasi. Berikut akan dibahas mengenai pengertian masturbasi atau onani.

Pengertian Masturbasi Secara Umum
            Secara umum masturbasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan seksual tanpa melakukan hubungan dengan lawan jenis. Pemahaman lain menyatakan bahwa masturbasi adalah melakukan hubungan seks dengan diri sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masturbasi merupakan proses memperoleh kepuasan seks tanpa hubungan kelamin.[5] Sedangkan onani artinya pengeluaran mani (sperma) dengan tidak melakukan sanggama; masturbasi.[6]
            Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dilihat persamaan dan perbedaan dari masturbasi dan onani. Masturbasi merupakan definisi terhadap kegiatan yang dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan yang bertujuan untuk mendapatkan kenikmatan seksual. Sedangkan onani merupakan tindakan yang dilakukan secara khusus oleh laki-laki untuk mendapatkan kepuasan seks. Kepuasan seks yang diperoleh ketika adanya pengeluaran mani (sperma) setelah melakukan rangsangan terhadap alat kelaminnya.
            Dalam bahasa Indonesia masturbasi memiliki beberapa istilah yaitu onani atau rancap, yang maksudnya perangsangan organ sendiri dengan cara  menggesek-geseknya melalui tangan atau  benda lain hingga mengeluarkan sperma dan mencapai orgasme. Sedangkan bahasa gaulnya adalah coli atau main sabun yaitu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan seksualnya, dengan menggunakan tambahan alat bantu sabun atau benda-benda lain, sehingga dia bisa mengeluarkan mani(ejakulasi).[7]            
           
Pengertian Masturbasi Secara Etimologis
Secara etimologi, pengertian mastubasi menurut Wikipedia adalah sebagai berikut:
Istilah netral (dalam bahasa Indonesia) "masturbasi" dipinjam dari bahasa Inggris, masturbation. Ada dua versi etimologi untuk kata ini. Yang pertama adalah dari kata bahasa Yunani, mezea (μεζεα, bentuk jamak untuk penis) atau dari gabungan kata bahasa Latin, manus (tangan) dan turbare (mengganggu). Versi lainnya adalah gabungan dari kata Latin manus (tangan) dan stuprare (mempermainkan), sehingga berarti "mempermainkan [penis] dengan tangan". Dalam bahasa Melayu, kegiatan masturbasi dikenal sebagai merancap, namun kata ini dalam penggunaan sehari-hari di Indonesia jarang dipergunakan lagi. Akibat masturbasi dalam kultur Indonesia dianggap tabu dibicarakan secara terbuka, kata-kata kiasan sering dipakai untuk menyebutkan tindakan ini, seperti "mengocok", "main sabun", dan sebagainya.[8]

Pada dasarnya definisi masturbasi dan onani adalah sama.[9] Oleh karena itu dalam pembahasan selanjutnya penulis akan menggunakan istilah masturbasi yang mengacu kepada kegiatan yang dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan untuk mendapatkan kesenangan seksual tanpa berhubungan intim dengan lawan jenisnya.[10] Dengan kata lain penggunaan kata masturbasi akan mengacu juga pada istilah onani.

Latar Belakang Tindakan Masturbasi
            Setiap tindakan memiliki alasan tertentu. Demikian halnya dengan tindakan masturbasi. Setiap orang yang melakukan masturbasi memiliki alasan dan tujuan. Secara umum tindakan ini dilatar belakangi oleh keinginan untuk menikmati kepuasan seks. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kepuasan seks tanpa melakukan hubungan intim dengan lawan jenis.[11]
            Pada masa remaja, seks dipandang sebagai bagian dari ekspresi cinta. Mereka mulai menghubungkan antara perasaan cinta dengan ekspresi cinta. Salah satu yang
menjadi ekspresinya adalah melalui seks.[12]
            Kesalahan persepsi remaja terhadap seks menurut Dr. James E. Gardner merupakan reaksi para remaja terhadap kebingungan yang dialami akibat pubertas. Lebih lanjut Gardner menyatakan,
Bagi setiap remaja yang baru mengalami kebangkitan seksual untuk pertama kalinya, biasanya perasaan-perasaan yang menggejolak itu membingungkan dan membuat frustasi. Perasaan-perasaan ini, dan perkembangannya nanti dalam hubungan cinta yang lebih mendalam dan lebih masak, merupakan salah satu aspek pokok dari tahap perkembangan baik secara kultural, biologis, maupun pribadi. Setiap remaja memasuki tahap ini pada masa pubertas, dan sementara ia bertambah dewasas bagaimanapun juga ia harus menemukan jalannya sendiri.[13]

            Berdasarkan pernyataan Gardner di atas, maka dapat dilihat bahwa salah satu yang menjadi penyebab remaja melakukan seks atau semacamnya seperti masturbasi adalah kebingungan atas gejolak seks yang memuncak pada masa remaja.[14] Dengan kata lain, masturbasi adalah pelampiasan terhadap keinginan melakukan hubungan seks dengan orang yang diharapkan. Masturbasi juga dapat dikategorikan sebagai salah satu cara yang dilakukan remaja untuk menikmati pengalaman seks.
            Gilbert Lumoindong menyatakan beberapa penyebab masturbasi yaitu:[15]
1.      Masa pubertas yang tidak dipersiapkan; masa pubertas adalah masa di mana organ-organ seks dan reproduksi seorang remaja mulai aktfi. Tanpa persiapan yang benar sesuai dengan firman Allah, hasil penjelasan Gereja dan keluarga, maka keberadaan pubertas ini tidak terkendali.
2.      Rangsangan yang berlebihan; tiap-tiap organ seks pemuda/remaja hanya dapat menampung “rangsangan” dalam kapasitas wajar. Namun bacaan cabul, memandang dan memikirkan yang cabul dapat menyebabkan rangsangan yang berlebihan pada remaja.
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat dilihat bahwa penyebab atau yang menjadi latar belakang remaja melakukan tindakan masturbasi sangat bervariasi. Hal tersebut sangat bergantung kepada lingkungan tempat remaja tersebut berada. Lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan pergaulan.
 


Bab 3
Masturbasi Menurut Perspektif Psikologi dan Kristen

Pendahuluan
            Ada berbagai pandangan terhadap masturbasi. Dalam karya tulis ini, penulis akan melihat dua sudut pandang terhadap masturbasi. Sudut pandang yang dimaksud penulis adalah menurut pandangan psikologi dan menurut Alkitab atau pandangan Kristen. Berikut adalah pembahasan selanjutnya.

Masturbasi Menurut Perspektif Psikologi
            Pada tahap remaja, seks merupakan bagian dari perkembangan secara biologis yang dialami oleh para remaja.[16] Remaja pada tahap ini telah mengalami kematangan seksual. Hurlock menyatakan,
Sekarang, ketika mereka (remaja) secara seksual sudah matang, laki-laki maupun perempuan mulai mengembangkan sikap yang baru pada lawan jenisnya, dan selain mengembangkan minat terhadap lawan jenis juga mengembangkan minat pada pelbagai kegiatan yang melibatkan laki-laki dan perempuan. Minat yang baru ini, yang mulai berkembang bila kematangan seksual telah tercapai, bersifat romantis dan disertai dengan keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan jenis.[17]

            Lebih lanjut Hurlock menyatakan,
Minat dan perilaku seks yang berkisar di sekitar heteroseksual mempunyai dua unsur yang terpisah. Pertama, perkembangan pola perilaku yang melibatkan anggota kedua kelompok seks, dan kedua, perkembangan sikap sehubungan dengan hubungan kedua kelompok seks. Perbedaan dengan kegiatan heteroseksual remaja di masa lampau terletak dalam dua hal: pertama, tahap-tahap perilaku heteroseks saat ini lebih campur-aduk dibandingkan dengan tahap di masa lampau, dan kedua, perilaku seksual sekarang lebih bebas.[18]

Berdasarkan pernyataan Hurlock di atas, maka dapat dilihat bahwa pada masa remaja, seks merupakan bagian dari perkembangan secara fisik (biologis). Dengan demikian dapat dipastikan bahwa dalam masa remaja, masturbasi merupakan bagian dari perkembangan biologis yang dialami oleh para remaja.
Dalam ilmu psikologi, kecenderungan remaja untuk masturbasi dilihat sebagai tindakan untuk mendapatkan kenikmatan atau kesenangan seksual. Sehubungan dengan hal tersebut Dr. C. George Boeree menyatakan,
Banyak psikolog pada akhir 1800-an dan awal 1900-an percaya bahwa masturbasi menghasilkan semua jenis penyakit fisik dan mental sehingga harus dihentikan apapun resikonya. Namun, kini konsesusnya jelas: Masturbasi tidak memiliki efek penyakit apapun bagi pria maupun wanita; wanita remaja atau pria remaja. [19]

Boeree menyatakan bahwa pada zaman modern dan zaman selanjutnya, masturbasi dipandang sebagai tindakan seks yang aman untuk dilakukan. Dengan mendapatkan informasi demikian, maka remaja akan melakukan masturbasi tanpa ada perasaan bersalah dalam diri.
Selain melihat masturbasi tidak menyebabkan penyakit, maka pandangan lain menyatakan bahwa masturbasi bukan merupakan penyimpangan seks. Boeree menyatakan,
Tentu saja masturbasi bukanlah sebuah penyimpangan, karena ada sekitar 60% pria dan 40% wanita melaporkan pernah melakukan masturbasi sebelumnya. Di sisi pria, dari usia 18 hingga 39 tahun, maka 28% melakukan masturbasi lebih dari sekali dalam seminggu, 37% kurang sari sekali dalam seminggu, dan 35% tidak sama sekali. Tampaknya 5% pria dan 11% perempuan melaporkan tidak pernah melakukan masturbasi.Di sisi lain, 53% pria dan 25% wanita mulai melakukan masturbasi pada saat mereka berusia antara 11 dan 13 tahun.[20]

Dalam pandangan psikologi secara umum, masturbasi bukan merupakan penyimpangan seks. Masturbasi dipandang sebagai hal yang normal dalam perkembangan seks pada usia remaja.[21] Hal yang sma dikemukakan oleh Dr. James Dobson, ia menyatakan “ Menurut pendapat saya, masturbasi ini tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan. Ini adalah bagian yang wajar dari masa pubertas, yang tidak melibatkan seorang lain pun”.[22]
Sekalipun masturbasi dipandang sebagai hal yang wajar dari perspektif psikologi, akan tetapi orang tua tentu memiliki kekuatiran terhadap kebiasaan tersebut. Hal yang sama dikemukakan oleh, ia menyatakan, “Kekhawatiran lain bagi beberapa orang tua adalah masturbasi, atau stimulasi genital sendiri”.[23] Kekuatiran tersebut didasarkan atas ketakutan akan keterikatan para remaja pada seks.
Kesimpulannya adalah bahwa masturbasi bukan merupakan penyimpangan seksual dalam pandangan psikologis. Masturbasi dianggap sebagai sesuatu yang wajar dalam kehidupan remaja. Hal ini didasarkan pada perkembangan psikis dan fisik yang dialami oleh para remaja.

Masturbasi Menurut Perspektif Kristen
            Pertentangan mengenai masturbasi tidak hanya terjadi dalam dunia psikologi melainkan dalam kehidupan Kristiani. Berbagai pandangan muncul mengenai persepsi terhadap masturbasi. Akan tetapi secara umum, kebenaran Kristiani tidak memperbolehkan masturbasi. Dengan kata lain, dalam pandangan Kristen, masturbasi tidak dapat dibenarkan secara Alkitabiah.
            Pandangan terhadap masturbasi dapat tercermin dari pendapat Jerry White sebagai berikut,
Kesimpulanku adalah bahwa masturbasi seharusnya tidak menjadi bagian dari kehidupan seorang Kristen. Ayat-ayat dalam 1 Korintus 6:18-20, Galatia 5:19 dan 1 Tesalonika 4:3-7 dalam Alkitab berbicara tentang masalah penggunaan tubuh kita secara tepat dalam seks. Paulus berkata, “ Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan, supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi isterimu sendiri dan hidup dalam pengudusan dan penghormatan, bukan dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah (1 Tes. 4:3-5).[24]
           
            Dalam penjelasan Jerry White di atas dapat dilihat bahwa dalam pandangan Kristen, masturbasi sama sekali tidak dapat dibenarkan. Masturbasi dipandang sebagai sebuah penyimpangan dari ketetapan untuk menguduskan diri. Masturbasi selalu didasarkan pada hasrat seksual yang tinggi. Dalam pandangan Alkitabiah, masturbasi merupakan tindakan cabul atau percabulan.
            Pernyataan di atas memang masih menjadi perdebatan yang diperbincangkan. Akan tetapi pada dasarnya tindakan masturbasi merupakan akibat dari hawa nafsu dan berahi yang tidak pada tempatnya. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Jerry White,
Walaupun kita boleh jadi tidak akan menyelesaikan semua argumen yang menentang pernyataan bahwa masturbasi adalah dosa, namun kita tidak dapat mengingkari bahwa hal tersebut diakibatkan oleh hawa nafsu dan berahi yang tidak pada tempatnya. Tetapi di dalam kebebasan yang kita miliki berdasar kasih karunia Allah, kita boleh memilih melakukan apa yang kudus dan benar dalam pandangan Allah.[25]
           
            Ajaran Kristen atau Alkitabiah mengharuskan setiap orang percaya untuk melakukan yang kudus di hadapan Tuhan. Bahkan dalam pandangan Kristen, tidak hanya melakukan tindakan yang kudus, melainkan memikirkan juga perkara-perkara yang kudus. Dengan kata lain, melakukan hal yang tidak kudus merupakan pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan.
            Herbert J. Miles secara spesifik menyatakan, “Masturbasi oleh wanita merupakan pelanggaran terhadap sifat dari perintah-perintah Alkitab kepada orang muda, termasuk bagian-bagian Alkitab seperti misalnya Roma 13:14, 1 Korintus 6:13, Galatia 5:16, Kolose 3:17, 1 Timotius 4:12, 2 Timotius 2:22, Yakobus 1:15, 1 Yohanes 2:16”.[26]
Menurut Miles, masturbasi bagi wanita adalah pelanggaran terhadap perintah Alkitab (Allah). Akan tetapi bagi penulis sendiri, perintah dalam Alkitab tidak hanya bagi wanita, melainkan bagi semua orang yang percaya kepada Allah. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dalam pandangan Kristen (Alkitab) baik laki-laki maupun perempuan tidak dibenarkan untuk melakukan masturbasi. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap perintah Tuhan untuk hidup kudus.[27]  
Ringkasan
            Psikologi memandang bahwa tindakan masturbasi yang dilakukan pada masa remaja merupakan bagian dari metabolisme fisik remaja.[28] Masturbasi bukan merupakan penyelewengan seks, melainkan penyaluran hasrat seks yang memang meningkat pada masa remaja. Memantau aktivitas seksual remaja (secara khusus masturbasi) merupakan tugas yang harus dilakukan oleh para orangtua.
            Dalam pandangan Kristen atau Alkitabiah, masturbasi tidak dapat dibenarkan. Artinya adalah bahwa dalam pengajaran Kristen, masturbasi merupakan penyimpangan dari kekudusan seks yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia. Seks merupakan karunia Allah yang dapat dinikmati dalam pernikahan yang kudus. Akan tetapi masturbasi telah menjadi penyaluran nafsu seks yang bertentangan dengan kehendak Allah.
            Adanya perbedaan antara pandangan psikologis dengan pandangan Alkitabiah bukan merupakan masalah besar bagi setiap remaja Kristen. Adanya perbedaan tersebut harusnya memberikan wawasan yang luas untuk melihat masturbasi. Psikologi menanggapi bahwa meningkatnya gairah seks remaja diakibatkan oleh masa puber.
Pandangan Kristiani tidak memungkiri setiap perkembangan fisik yang dialami manusia. Akan tetapi pandangan Kristiani lebih mengutamakan kekudusan seks di dalam kerangkan pernikahan kudus. Dengan kata lain, Kristen tidak menolak perubahan fisik dan psikis yang dialami remaja dalam masa puber. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah dengan melampiaskan hawa nafsu seks melalui tindakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.



Bab 4
Dampak-Dampak Masturbasi

Pendahuluan
            Setiap tindakan selalu memiliki dampak. Masturbasi yang dilakukan secara terus-menerus akan memberikan dampak terhadap perkembangan fisik dan psikis yang melakukannya. Dampak masturbasi tersebut masih menjadi perdebatan yang hangat dalam dunia kedokteran. Pada dasarnya dampak yang dimunculkan dalam diskusi sangat variatif, bergantung pada kondisi lingkungan. Artinya dalam dunia psikologis dan kedokteran, dampak yang dimunculkan mempertimbangkan efek terhadap kesehatan dan psikis yang melakukannya. Akan tetapi dalam ranah religius, maka dampak yang dimunculkan akan selalu dikaitkan dengan kepercayaan dan standar moral yang ada dalam agama tersebut. Berikut adalah dampak-dampak dari masturbasi berdasarkan pandangan psikologi/kedokteran dan dampak berdasarkan pandangan Kristiani.[29]

Dampak Berdasarkan Perspektif Psikologi/Kedokteran
            Dalam pandangan psikologis dan juga pandangan kedokteran, masturbasi dilihat sebagai tindakan yang wajar.[30]
Oleh karena itu dampak yang dimunculkan hanya mengarah kepada kegiatan masturbasi yang dilakukan dalam intensitas yang tinggi.
            Gayatri menuliskan beberapa dampak yang bisa dialami oleh kaum wanita jika melakukan masturbasi dalam intensitas yang tidak terkontrol. Beberapa dampak negatif yang dituliskannya antara lain:[31]
1.      Robeknya selaput dara.
2.      Terjadi infeksi apabila dilakukan dengan menggunakan alat.
3.      Vagina akan lecet apabila masturbasi dilakukan secara terus-menerus dengan menggunakan alat bantu.
4.      Jika terbiasa sendirian, kelak akan sulit membangun kepuasan bersama ketika melakukan aktivitas seksual bersama pasangan.
5.      Mengakibatkan pikiran lebih tertuju kepada aktivitas seksual sehingga dapat jadi mengabaikan hal-hal penting lainnya yang harus dilakukan untuk mengembangkan kematangan psikologisnya (bergaul, belajar, beraktivitas yang positif dan produktif).
Dampak-dampak negatif masturbasi juga tidak dialami oleh wanita, melainkan juga oleh laki-laki. Beberapa dampak negatif yang dapat dialami karena keterikatan terhadap masturbasi adalah:[32]
1.      Ejakulasi dini.
2.      Memicu gangguan kesehatan akibat meningkatnya produksi hormon seks dan neutrotransmitter. Gangguan itu dapat berupa kelelahan, nyeri pinggul, testis sakit, atau rambut rontok.
3.      Mastrubasi yang kompulsif dapat berakibat pada hubungan dengan sosial pelaku. Lebih menutup diri dan lebih menikmati berhubungan dengan dirinya sendiri.
Beberapa dampak negatif lainnya yang dapat dialami laki-laki (tidak terkecuali remaja) ketika melakukan masturbasi secara terus-menerus misalnya, potensi untuk impotensi dan juga dapat menyebabkan kebocoran katup air mani.[33]
Sekalipun masturbasi dipandang sebagai tindakan yang wajar pada masa remaja, akan tetapi dampak-dampak terhadap fisik tidak dapat diabaikan. Masturbasi dapat membawa kepada keterikatan akan seks dengan diri sendiri.[34] Oleh karena itu perlu kesadaran dari setiap remaja yang masih terikat terhadap masturbasi untuk dapat melepaskan diri dari jerat seks yang tidak terkendali.

Dampak Berdasarkan Perspektif Kristiani
            Kekristenan yang berdasarkan pada firman Tuhan yang Alkitabiah tidak akan mentoleransi setiap tindakan yang bertentangan dengan perintah Tuhan. Oleh karena itu, dalam pandangan Kristen, ada beberapa dampak yang diakibatkan oleh keterikatan terhadap masturbasi. Berikut adalah dampak masturbasi berdasarkan pandangan Kristen (Alkitabiah).
1.      Adanya perasaan berdosa yang timbul dalam diri remaja yang melakukannya.
Pada dasarnya tindakan masturbasi tidak secara otomatis dilakukan oleh remaja. Tindakan ini selalu dimotivasi atau dilatar belakangi oleh adanya keinginan yang kuat dalam diri untuk menikmati seks.[35] Dengan kata lain ada nafsu seks yang kuat di dalam diri remaja yang kemudian mendorong untuk melakukan masturbasi.
Remaja yang telah mengenal kebenaran atau pernah mengenal kebenaran mengenai hawa nafsu akan melihat tindakan tersebut sebagai dosa. Perasaan tersebut akan terus membayangi setiap kali telah melakukan masturbasi.
Alkitab tidak secara langsung menolak masturbasi. Akan tetapi dalam Alkitab sangat jelas ada perintah untuk tidak mengumbar hawa nafsu. Yesus bahkan memberikan penekanan yang lebih jelas dalam Matius 5:28 mengenai pikiran yang cabul atau berzinah dalam pikiran.  
2.      Relasi yang renggang dengan Tuhan.
Ketika seseorang melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan secara terus-menerus (contohnya remaja yang terikat pada masturbasi), maka semakin lama relasi dengan Tuhan bisa renggang. Relasi yang renggang tersebut juga dapat diakibatkan oleh perasaan putus asa karena tidak mampu lagi untuk membendung nafsu seks yang dilampiaskan dengan cara yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.
3.      Menjadi budak hawa nafsu.
Melakukan masturbasi secara terus-menerus atau mempunyai keterikatan terhadap masturbasi akan menyebabkan keterikatan terhadap hawa nafsu. Pengendalian diri terhadap hawa nafsu seks yang timbul di dalam diri akan menjadi semakin hilang. Pada batas tertentu, pengendalian diri itu akan hilang sama sekali sehingga pada akhirnya nafsu itulah yang menguasai tindakan. Dengan penguasaan hawa nafsu terhadap diri sendiri, maka masturbasi itu telah menjadikan diri sebagai budak hawa nafsu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.

Ringkasan
            Masturbasi merupakan fenomena perkembangan biologis yang dialami oleh para remaja. Tindakan tersebut dapat membawa dampak terhadap fisik maupun tehadap kerohanian (religius). Tingkat penerimaan terhadap dampak-dampak tersebut dikondisikan berdasar pada lingkungan dan tingkat kematangan rohani.
            Masturbasi sangat kompleks. Maksudnya adalah bahwa dampak yang diakibatkan oleh tindakan tersebut juga bisa bermacam-macam. Penulis melihat bahwa dampak yang dimunculkan dalam karya tulis ini hanya sebagian kecil dari banyaknya dampak yang diakibatkan oleh masturbasi. Demi mendapatkan pemahaman yang lebih luas mengenai berbagai dampak masturbasi, maka diperlukan studi lanjut ke berbagai sumber yang terkait.


Bab 5
Kesimpulan

            Masa remaja merupakan masa yang akan dilewati dalam proses pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam proses itu berbagai masalah dapat dialami, secara khusus dalam tahap remaja. Salah satu masalah yang sering dihadapi remaja adalah mengenai eksplorasi seks yang tidak diarahkan dengan baik. Masturbasi merupakan bagian dari eksplorasi seks yang tidak diarahkan dalam masa remaja.
            Oleh karena itu pada masa ini, remaja perlu memahami seks dengan baik berdasarkan standar kebenaran ilahi di dalam Alkitab atau kebenaran iman Kristen. Bagaimana caranya agar para remaja, khususnya remaja Kristen dapat memahami seks seperti yang dikendaki Tuhan? Ini merupakan pertanyaan yang harus menjadi perenungan setiap konselor Kristen yang menangani berbagai bentuk permasalahan remaja.
            Satu hal yang perlu disampaikan kepada mereka adalah mengenai pandangan terhadap seks berdasarkan perspektif firman Tuhan. Setiap remaja Kristen perlu menyadari bahwa pada dasarnya seks diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan yang baik dan untuk dinikmati oleh pasangan suami isteri (Kej. 1:27,31; 2:24). Selanjutnya mereka juga perlu diberikan pemahaman mengenai pentingnya pengudusan diri, termasuk kekudusan pikiran.
            Matius 5:28 memberikan pemahaman yang jelas tentang pikiran yang telah menyimpang dari kebenaran firman Tuhan. Dalam bagian ini, Yesus menyatakan bahwa jika ada orang yang memandang perempuan dengan pikiran penuh hawa nafsu, maka orang itu telah berbuat zinah dengan perempuan itu di dalam pikirannya. Dengan kata lain, pikiran yang dicemari dengan hawa nafsu (keinginan untuk memikmati seks yang dilarang) merupakan pelanggaran terhadap ketetapan Tuhan.
            Mengajarkan kebenaran firman Tuhan kepada para remaja bukan bertujuan untuk menanamkan rasa takut dalam diri mereka. Tugas seorang konselor remaja adalah menanamkan kesadaran diri di dalam hidup mereka, sehingga mereka mampu mengenal kebenaran yang hakiki dan sekaligus memiliki keberanian untuk memilih yang terbaik bagi hidup mereka sendiri. Kesadaran yang dimaksud adalah kesadaran bahwa melakukan eksplorasi seks sebelum waktunya adalah tindakan yang tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.
            Bimbingan terhadap para remaja sebaiknya bersifat preventif dan penyembuhan. Preventif artinya memberikan bimbingan pada mereka agar dapt menghindarkan diri dari keterlibatan bahkan keterikatan terhadap tindakan masturbasi. Bimbingan yang bersifat penyembuhan adalah merupakan bentuk pembimbingan kepada mereka yang telah terlanjur terlibat dan terikat pada masturbasi. Pelayanan ini hendaknya bukan bertujuan untuk menanamkan rasa bersalah atau rasa berdosa, melainkan kesadaran diri yang tinggi bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Setelah memiliki kesadaran diri tersebut, maka mereka bisa membangkitkan semangat dalam diri mereka untuk bangkit dari keterpurukan tersebut. Hidup sebagai remaja yang normal dan menyenangkan hati Tuhan.
            Pada akhirnya perlu dipahami bahwa pelayanan terhadap remaja bukan merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu perlu karunia dari Tuhan dan penyertaan-Nya. Harus ada keintiman dengan Tuhan, sehingga Ia memberikan hikmat untuk melayani para remaja yang membutuhkan kasih Tuhan dalam hidup mereka.


DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, Rita L. dkk., Pengantar Psikologi ed. ke- 11. Jakarta: Interaksara, 2005.
At-Tharsyah, Adnan, Serba-Serbi Wanita; Panduan Mengenal Wanita. Jakarta: Niaga Swadaya, 2001.
Dobson, James, Menjelang Masa Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.  
Dwikarya, Maria, Menjaga Organ Intim; Penyakit & Penanggulangannya. Jakarta: Kawan Pustaka, 2004.
Boeree, C. George, General Psychology. Jogjakarta: Prismasophie, 2008.
Gardner, James E., Memahami Gejolak Masa Remaja. Jakarta: Mitra Utama, 1996.
Gayatri, Buku Pintar Cewek Pintar. Jakarta: Gagas Media, 2006.
Hurlock, Elizabeth B., Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 2000.
Kesler, Jay, Tolong Aku Punya Anak Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
Lumindong, Gilbert, Menang Atas Masalah Hidup. Jakarta: Gramedia, 2010.
Marjadi, Brahmaputra, Menyusun Batu Penjuru; Modul Pendidikan Seksualitas Dasar bagi Kaum Remaja. Jogjakarta: Kanisius, 2005.
Meier, Paul D. dkk., Pengantar Psikologi dan Konseling Kristen. Yogyakarta: ANDI, 2004.
Miles, Herbert J., Sebelum Menikah Pahami Dulu Seks. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
McDowell, Josh & Bill Jones, Tanya Jawab Kawula Muda. Yogyakarta: ANDI, 1998.
Panuju, Panut & Ida Umami, Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999.
Shadily, Hassan & AG Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum. Jogjakarta: Kanisius,  1997.
Santrock, John W., Adolescence; Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga, 2003.
White, Jerry, Kejujuran Moral dan Hati Nurani. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Wong, Donna L. dkk., Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol. 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; EGC, 2009.
 




[1] Paul D. Meier dkk., Pengantar Psikologi dan Konseling Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2004), 39. Lidz (1968, 299) mendefinisikan masa remaja sebagai “masa di antara pubertas sampai kedewasaan fisik...perubahan dari masa anak-anak, yang dimulai dengan semburan pertumbuhan prapubertas dan didorong oleh perubahan hormonal masa pubertas, untuk mencapai hak prerogatif, tanggung jawab, dan kemandirian orang dewasa”.
[2] Lihat Jay Kesler, Tolong Aku Punya Anak Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 14. Kesler menyatakan bahwa dalam usia remaja, anak-anak ini (remaja) mencoba menyesuaikan diri dengan perubahan jasmani mereka. Perubahan jasmaniah dalam masa ini dipahami dengan jelas oleh para orangtua, namun sayang  banyak di antara mereka yang kelihatannya tidak memahami pengaruh dari perubahan pada penyesuaian diri anak-anak mereka.
[3] Lihat Rita L. Atkinson dkk., Pengantar Psikologi ed. ke- 11(Jakarta: Interaksara, 2005), 189.  Pubertas merupakan periode maturasi seksual yang mengubah anak menjadi orang dewasa yang matang secara biologis yang mampu melakukan reproduksi seksual. Periode tersebut biasanya terjadi dalam periode 3 atau 4 tahun. Pubertas dimulai dengan periode pertumbuhan fisik yang cepat (percepatan perumbuhan masa remaja; adolescent growth spurt) yang disertai oleh perkembangan bertahap organ reproduktif dan karakteristik seks sekunder (perkembangan payudara pada perempuan, janggut pada laki-laki, dan tumbuhnya rambut pubis pada kedua jenis). Bandingkan juga dengan Brahmaputra Marjadi, Menyusun Batu Penjuru; Modul Pendidikan Seksualitas Dasar bagi Kaum Remaja (Jogjakarta: Kanisius, 2005), 159. Dalam bagian ini salah satu contoh kasuss yang dibahas oleh Marjadi adalah kasus remaja usia 14 tahun yang telah terbiasa melakukan masturbasi.
[4] Lihat [home page on-line] tersedia di http://jilbab.or.id/archives/136-masturbasi-onani-ditinjau-dari-sisi-agama-kesehatan-dan-psikologisi/ ; internet; diakses 1 Mei 2012. Menurut penelitian, para pemuda yang berumur antara 13 dan 20 tahun merupakan usia yang paling banyak melakukan masturbasi. Biasanya yang melakukan masturbasi adalah anak-anak muda yang belum kawin, atau menjanda, orang-orang dalam pengasingan dan bermacam-macam lagi.

[5] Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 563.
[6] Kamus Besar Bahasa Indonesia, 626.
[7] Lihat [home page on-line] tersedia di http://jilbab.or.id/archives/136-masturbasi-onani-ditinjau-dari-sisi-agama-kesehatan-dan-psikologisi/ ; internet; diakses 1 Mei 2012.
[8] Wikipedia bahasa Indonesia [home page on-line] tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Masturbasi; Internet; diakses 1 Mei 2012.

[9] Lihat Hassan Shadily & AG Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum (Jogjakarta: Kanisius,  1997), 673. Masturbasi merupakan pemuasan diri secara seksuil (baik pada laki-laki maupun perempuan) dengan jalan manual (menggunakan tangan) atau mekanik.

[10] Pengertian masturbasi sebagai tindakan mencapai kenikmatan seksual tanpa berhubungan seks dengan lawan jenis atau dengan orang lain mengindikasikan bahwa tindakan masturbasi juga dapat dilakukan secara bersama-sama tanpa melakukan hubungan seksual.

[11] Bandingkan dengan artikel [home page on-line] tersedia di http://jilbab.or.id/archives/136-masturbasi-onani-ditinjau-dari-sisi-agama-kesehatan-dan-psikologisi/ ; internet; diakses 1 Mei 2012.Tujuan utama dari masturbasi adalah untuk mencari kepuasan atau melepas keinginan nafsu seksual dengan jalan tidak bersenggama.

[12] Bandingkan Josh McDowell & Bill Jones, Tanya Jawab Kawula Muda (Yogyakarta: ANDI, 1998), 162. Salah satu pertanyaan yang sering dimunculkan oleh kawula muda termasuk remaja adalalah “Bukankah seks itu merupakan ekspresi puncak dari cinta?”.  Dengan demikian mereka selalu berharap dalam hubungan cinta itu ada seks.

[13] James E. Gardner, Memahami Gejolak Masa Remaja (Jakarta: Mitra Utama, 1996), 125-26. Lebih lanjut Gardner menulis bahwa kebanyakan Sekolah Menengah Pertama memberikan banyak penjelasan yang mencetail menganai bagaimana tubuh kita berfungsi secara seksual. Film, TV, dan buku juga membanjiri kaum muda dengan informasi dan rangsangan seksual. Meskipun begitu, di kalangan remaja masih banyak terdapat kesalah-pahaman dan ketidak-tahuan tentang seks, hubungan intim, dan cinta.

[14] Bandingkan Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 2000), 226. Hurlock menyatakan karena meningkatnya minat pada seks, remaja selalu berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang berharap bahwa seluk-beluk tentang seks dapat dipelajari dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari berbagai sumber informasi yang mungkin diperoleh, misalnya membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, atau mengadakan percobaan dengan masturbasi, bercumbu, atau bersenggama. Pada akhir masa remaja sebagian besar remaja laki-laki dan perempuan sudah mempunyai cukup informasi tentang seks guna memuaskan keingintahuan mereka.
[15] Gilbert Lumindong, Menang Atas Masalah Hidup (Jakarta: Gramedia, 2010), 155-56.

[16] Perlu diketahui bahwa dalam masa remaja, seks merupakan salah satu kebutuhan jasmaniah. Lihat Panut Panuju & Ida Umami, Psikologi Remaja (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), 27-28.

[17] Hurlock, Psikologi Perkembangan, 227.

[18] Hurlock, Psikologi Perkembangan, 240.

[19] C. George Boeree, General Psychology (Jogjakarta: Prismasophie, 2008), 152-53.

[20] Boeree, General Psychology, 153. Bandingkan dengan pernyataan Dr. Al. Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya (Yogyakarta: Kanisius, 1997), 42. Hadiwardoyo menuliskan, “Akhir-akhir ini hampir di seluruh dunia tampak kecenderungan masyarakat, terutama kamu muda, untuk membebaskan diri dari norma-norma lama di bidang seksual. Mereka menganggap bahwa masalah seks bukanlah sesuatu yang tabu untuk dibicarakan di muka umum, dan sebagian lagi bahkan merasa bahwa orang boleh saja menunjukkan kemesraan di tempat ramai.

[21] John W. Santrock, Adolescence; Perkembangan Remaja (Jakarta: Erlangga, 2003), 407. Masturbasi adalah cara penyaluran seksual yang paling sering dilakukan oleh banyak remaja. Pada semuah penelitian, masturbasi adalah hal yang umum di antara pada remaja (Haas, 1979). Bandingkan juga dengan pernyataan dr. Maria Dwikarya, Menjaga Organ Intim; Penyakit & Penanggulangannya (Jakarta: Kawan Pustaka, 2004), 7. Kebiasaan masturbasi dapat timbul secara alamiah, misalnya akibat kebiasaan memluk guling saat tidur, kemudian terlanjur merasa enak dengan menggosokkan kelamin pada guling. Atau bisa dipicu oleh saran teman, pengaruh buku bacaan, atau akibat menonton film porno.

[22] James Dobson, Menjelang Masa Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 95.

[23] Donna L. Wong dkk., Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol. 1(Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; EGC, 2009),
[24] Jerry White, Kejujuran Moral dan Hati Nurani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 183-84.
[25] White, Kejujuran Moral dan Hati Nurani, 184.

[26] Herbert J. Miles, Sebelum Menikah Pahami Dulu Seks (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 172.

[27] Sebagaimana diketahui bahwa masturbasi selalu dibarengi dengan pemikiran yang tidak kudus.
[28] Secara khusus metabolisme alat reproduksi atau perkembangan hormon reproduksi.
[29] Perlu diketahu bahwa dalam pembahasan ini penulis tidak melakukan pemisahan antara istilah psikologi, kedokteran maupun seksiolog. Dengan kata lain, ketiga istilah itu digunakan mengacu kepada pandangan di luar pandangan agamawi secara khusus agama Kristen.

[30] Bandingkan dengan pernyataan Gayatri, Buku Pintar Cewek Pintar (Jakarta: Gagas Media, 2006), 198. Dari segi kedokteran, masturbasi adalah sesuatu yang wajar bagi seseorang untuk melepaskan ketegangan seksual. Terutama bagi mereka yang belum saatnya melakukan hubungan seksual. Lihat juga pembahasan Adnan at-Tharsyah, Serba-Serbi Wanita; Panduan Mengenal Wanita (Jakarta: Niaga Swadaya, 2001), 151. Pada umumnya para seksolog berpendapat, bahwa masturbasi adalah suatu gejala yang normal.
[31] Gayatri, Buku Pintar Cewek Pintar, 198-99. Bandingkan dengan dampak-dampak positif yang juga diberikan dalam salah satu artikel Vivanews. Dampak-dampak tersebut secara khusus ditujukan pada wanita, yaitu : mencegah infeksi serviks dan kandung kemih, mencegah penyakit kardivaskular dan diabetes tipe 2, mengatasi insomnia secara alami, menstabilkan mood, dan mengatasi stress. Lihat [home page on-line] tersedia di http://kosmo.vivanews.com/news/read/152961-dampak_masturbasi_pada_kesehatan_wanita; Internet; diakses 4 Mei 2012.

[32] Lihat [home page on-line] tersedia di http://gerry-tk.blogspot.com/2010/03/dampak-negatif-masturbasi-onani-bagi.html; Internet; diakses 5 Mei 2012.
[33] Lihat [home page on-line] tersedia di http://www.warungbebas.com/2011/02/akibat-buruk-kebiasaan-sering.html; Internet; diakses 4 Mei 2012.

[34] Keterikatan terhadap mastrubasi dapat melahirkan tindakan-tindakan seks yang menjurus kepada tindakan amoral seperti pelecehan seksual bahkan sampai kepada pemerkosaan. Bahkan dalam beberapa kasus yang terjadi bisa mengakibatkan adanya pembunuhan terhadap objek yang dijadikan tempat melampiaskan nafsu berahi (yang diperkosa oleh pelaku). 

[35] Biasanya timbulnya hawa  nafsu dalam diri dipicu oleh beberapa faktor misalnya karena melihat gambar-gambar porno, tontonan porno, membaca bacaan porno dan juga imajinasi yang menjurus ke hal-hal seks.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan Gereja dan Negara

 Pendahuluan             Gereja dan negara memiliki hubungan yang berbeda di sepanjang perjalanan sejarah umat manusia. Hubungan tersebut terbina dengan adanya relasi antara pemerintah dalam negara dengan pemerintahan dalam gereja. Hubungan yang bervariasi tersebut diwarnai oleh berbagai peristiwa yang terjadi di dalam sejarah manusia. Ada kalanya ketika gereja dan negara benar-benar terpisah. Akan tetapi dalam suatu masa sejarah tertentu, negara dan gereja menyatu. Demikian juga ada masanya ketika gereja dikuasai sepenuhnya oleh negara dan sebaliknya ada masa dalam sejarah perkembangan gereja ketika negara dikuasai oleh gereja.            

Ringkasan Eksposisi Kitab Wahyu (Ichwei G. Indra)

Pendahuluan             Kitab Wahyu merupakan kitab yang terakhir dalam Alkitab. Kitab ini merupakan penutup dari rangkaian nubuatan atau pewahyuan yang dinyatakan Tuhan kepada manusia. Kitab ini berbicara tentang akhir dari segala sesuatu dalam dunia dan juga mengenai kesempurnaannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari kitab ini akan dibahas berikut ini.

Strategi Pembelajaran Yesus Menurut Injil Markus

Pendahuluan             Yesus adalah seorang guru. Ia adalah seorang pendidik, baik itu mendidik orang-orang secara khusus dipilih oleh-Nya, maupun orang banyak yang mengikuti Dia. Pengajaran-Nya sangat luar biasa bahkan masih sangat relevan dengan kehidupan manusia sepanjang zaman, termasuk pada zaman sekarang.