Bab 1
Pendahuluan
Latar Belakang
Masalah
Masa remaja merupakan masa transisi
dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa.[1]
Oleh karena itu dalam masa ini remaja memiliki banyak kesulitan untuk
menempatkan diri. Artinya dalam masa tersebut, remaja tidak dapat lagi
menempatkan diri dalam masa anak-anak sekaligus belum dapat disebut dewasa.
Masalah seks dalam masa remaja sangat beragam. Beberapa masalah seks yang sering dihadapi juga dalam masa remaja antara lain: penyimpangan seks seperti homo, lesbian, seks bebas, seks di luar nikah, masturbasi dan onani. Dalam karya tulis ini penulis akan membahas salah satu masalah yang sangat krusial dalam masa remaja, yaitu masturbasi atau onani. Masalah ini berkaitan erat dengan masa pertumbuhan yang dihadapi oleh remaja. Remaja menghadapi perubahan-perubahan baik secara emosional maupun secara fisik. Mereka kemudian mulai menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi itu.[2]
Masturbasi dan onani merupakan persoalan yang dihadapi hampir semua
remaja. Hal ini disebabkan oleh kondisi psikis remaja yang sedang dalam masa
puber.[3]
Masa puber memungkinkan remaja mengalami metabolisme dalam tubuh yang dapat
meningkatkan hormon yang berkaitan dengan keinginan seksual. Pada masa puber
remaja mengalami masa yang sangat sulit untuk dikontrol. Hal tersebut juga
dapat berarti remaja sangat sulit untuk mengontrol diri sendiri. Secara khusus
yang dimaksudkan penulis dalam hal ini adalah mengontrol diri dari keinginan
untuk bereksplorasi dengan seks.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
1.
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa
anak-anak ke masa dewasa. Dalam masa ini terdapat berbagai macam guncangan psikis,
salah satunya adalah meningkatnya hormon seksual.
2.
Remaja mengalami masa puber yang memungkinkan remaja
untuk melakukan eksplorasi terhadap seks. Salah satu cara yang biasa dilakukan
remaja untuk menikmati seks adalah melalui masturbasi.
3.
Kurangnya penguasaan diri remaja terhadap
keinginan seksual yang memuncak pada masa remaja, sehingga melakukan
penyimpangan seksual melalui masturbasi.
Pembatasan
Masalah
Pembahasan
dalam karya tulis ini difokuskan pada salah satu pokok permasalahan yang banyak
dialami oleh para remaja, yaitu masturbasi. Dengan kata lain, masturbasi yang
dibahas dalam karya tulis ini hanya menyangkut masturbasi yang dilakukan oleh
para remaja.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dilakukan penulis, maka penulis
merumuskan masalah yang akan menjadi topik pembahasan dalam karya tulis ini,
yaitu: Apakah masturbasi menurut psikologi dan Alkitabiah? Bagaimana seharusnya
remaja Kristen menghadapi gejolak dalam masa puber, secara khusus masturbasi?
Tujuan
Penulisan
Karya
tulis ini bertujuan untuk memaparkan masalah seks, secara khusus mengenai
masalah masturbasi yang dihadapi oleh remaja. Pada dasarnya pemaparan tersebut
dilihat dari perspektif psikologi dan Alkitabiah (Kristiani).
Pembahasan dalam karya tulis ini
merupakan usaha yang dilakukan penulis untuk memberikan pemahaman terhadap
remaja Kristen akan pentingnya memahami masturbasi dari sudut pandang
Alkitabiah dengan tidak mengabaikan perspektif psikologis.
Manfaat
Penulisan
Karya tulis ini bermanfaat bagi
pembaca, secara khusus remaja untuk dapat memahami secara mendalam mengenai
perpektif yang seharusnya terhadap perkembangan dalam masa remaja. Perkembangan
yang dimaksud mengacu kepada meningkatnya keinginan remaja terhadap seks yang
dipicu oleh pubertas.
Dengan adanya pemahaman akan
perspektif yang benar, maka remaja akan dapat mengambil keputusan yang tepat berdasarkan
kehendak Tuhan terhadap masalah masturbasi tersebut. Keputusan yang tepat
membawa kepada kehidupan yang berkenan di hadapan Tuhan.
Sistematika
Penulisan
Penulis akan membahas beberapa bagian yang berhubungan dengan masturbasi
dan onani dalam karya tulis ini. Secara umum tulisan ini akan dimulai dengan
mendefinisikan kata mastrubasi atau onani. Selanjutnya tulisan ini akan
membahas mengenai latar belakang yang memicu remaja bereksplorasi dengan seks
melalui masturbasi.
Setelah melakukan pembahasan definitif dan latar belakang terhadap
masturbasi dan onani, maka tulisan ini akan dilanjutkan dengan melihat
masturbasi dari perspektif psikologis dan Alkitabiah. Dalam hal ini penulis
memberikan pemahaman terhadap masturbasi berdasarkan pandangan-pandangan dari
kedua bagian tersebut. Dengan kata lain, penulis akan melihat mastrubasi atau
onani berdasarkan perspektif beberapa psikolog. Demikian juga dengan pandangan
Alkitabiah, penulis akan menyelidiki pandangan Alkitab terhadap masturbasi. Penulis
akan melihat pandangan Alkitab baik secara eksplisit maupun implisit.
Pembahasan mengenai perspektif psikologis dan Alkitabiah akan diakhiri dengan
ringkasan mengenai pandangan penulis terhadap masturbasi dan onani.
Pada bagian selanjutnya dari karya tulis ini, penulis akan membahas
mengenai dampak atau efek dari tindakan masturbasi dan onani. Dampak tersebut
dapat dialami secara fisik maupun psikis.
Setelah membahas mengenai dampak psikis dan fisik, maka tulisan ini akan
diakhiri dengan pandangan penulis terhadap berbagai dampak yang dapat
diakibatkan dari tindakan eksplorasi seks melalui masturbasi atau onani. Selain
itu penulis akan menyertakan mengenai tindakan yang seharusnya dilakukan oleh
remaja (secara khusus remaja Kristen) untuk menyikapi tindakan masturbasi.
Harapan penulis terhadap karya tulis ini dapat memberikan wawasan yang
sederhana mengenai masturbasi dan onani. Sehingga pembaca mendapatkan perbuahan
paradigma terhadap hal tersebut dan dapat mengambil keputusan yang bijaksana
untuk menjalani kehidupan. Selain itu juga karya tulis ini dapat memenuhi
sebagian dari persyaratan dalam mata kuliah Konseling Remaja.
Bab 2
Pengertian Masturbasi
atau Onani
Pendahuluan
Masturbasi
atau onani merupakan kegiatan atau tindakan yang dapat dilakukan oleh setiap
orang untuk mendapatkan kepuasan seksual. Dalam hal ini, setiap orang yang
dimaksud oleh penulis adalah orang yang telah mencapai fase pengalaman seks
melalui alat kelamin.[4]
Pengalaman seks melalui alat kelamin
mulai dialami dan mencapai puncaknya dalam masa remaja. Salah satu cara yang
dilakukan dalam masa remaja untuk mendapatkan pengalaman seks adalah melalui
masturbasi. Berikut akan dibahas mengenai pengertian masturbasi atau onani.
Pengertian Masturbasi
Secara Umum
Secara
umum masturbasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan
seksual tanpa melakukan hubungan dengan lawan jenis. Pemahaman lain menyatakan
bahwa masturbasi adalah melakukan hubungan seks dengan diri sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masturbasi
merupakan proses memperoleh kepuasan seks tanpa hubungan kelamin.[5]
Sedangkan onani artinya pengeluaran
mani (sperma) dengan tidak melakukan sanggama; masturbasi.[6]
Berdasarkan pengertian di atas maka
dapat dilihat persamaan dan perbedaan dari masturbasi dan onani. Masturbasi
merupakan definisi terhadap kegiatan yang dilakukan baik oleh laki-laki maupun
perempuan yang bertujuan untuk mendapatkan kenikmatan seksual. Sedangkan onani
merupakan tindakan yang dilakukan secara khusus oleh laki-laki untuk
mendapatkan kepuasan seks. Kepuasan seks yang diperoleh ketika adanya
pengeluaran mani (sperma) setelah melakukan rangsangan terhadap alat
kelaminnya.
Dalam bahasa Indonesia masturbasi memiliki beberapa istilah
yaitu onani atau rancap, yang maksudnya perangsangan organ sendiri dengan cara menggesek-geseknya melalui tangan atau benda lain hingga mengeluarkan sperma dan
mencapai orgasme. Sedangkan bahasa gaulnya adalah coli atau main sabun
yaitu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan seksualnya,
dengan menggunakan tambahan alat bantu sabun atau benda-benda lain, sehingga
dia bisa mengeluarkan mani(ejakulasi).[7]
Pengertian Masturbasi
Secara Etimologis
Secara etimologi, pengertian mastubasi menurut Wikipedia adalah sebagai
berikut:
Istilah netral
(dalam bahasa Indonesia) "masturbasi" dipinjam dari bahasa Inggris, masturbation.
Ada dua versi etimologi untuk kata ini. Yang pertama adalah dari kata bahasa Yunani, mezea
(μεζεα, bentuk jamak untuk penis) atau dari
gabungan kata bahasa Latin, manus (tangan) dan turbare
(mengganggu). Versi lainnya adalah gabungan dari kata Latin manus
(tangan) dan stuprare (mempermainkan), sehingga berarti
"mempermainkan [penis] dengan tangan". Dalam bahasa Melayu, kegiatan
masturbasi dikenal sebagai merancap,
namun kata ini dalam penggunaan sehari-hari di Indonesia jarang dipergunakan
lagi. Akibat masturbasi dalam kultur Indonesia dianggap tabu dibicarakan secara
terbuka, kata-kata kiasan sering dipakai untuk menyebutkan tindakan ini,
seperti "mengocok", "main sabun", dan sebagainya.[8]
Pada dasarnya definisi masturbasi dan onani adalah sama.[9]
Oleh karena itu dalam pembahasan selanjutnya penulis akan menggunakan istilah masturbasi yang mengacu kepada kegiatan
yang dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan untuk mendapatkan
kesenangan seksual tanpa berhubungan intim dengan lawan jenisnya.[10]
Dengan kata lain penggunaan kata masturbasi akan mengacu juga pada istilah
onani.
Latar Belakang Tindakan
Masturbasi
Setiap tindakan memiliki alasan
tertentu. Demikian halnya dengan tindakan masturbasi. Setiap orang yang
melakukan masturbasi memiliki alasan dan tujuan. Secara umum tindakan ini
dilatar belakangi oleh keinginan untuk menikmati kepuasan seks. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan kepuasan seks tanpa melakukan hubungan intim dengan
lawan jenis.[11]
Pada masa remaja, seks dipandang
sebagai bagian dari ekspresi cinta. Mereka mulai menghubungkan antara perasaan
cinta dengan ekspresi cinta. Salah satu yang
menjadi
ekspresinya adalah melalui seks.[12]
Kesalahan persepsi remaja terhadap
seks menurut Dr. James E. Gardner merupakan reaksi para remaja terhadap
kebingungan yang dialami akibat pubertas. Lebih lanjut Gardner menyatakan,
Bagi setiap remaja yang baru mengalami kebangkitan
seksual untuk pertama kalinya, biasanya perasaan-perasaan yang menggejolak itu
membingungkan dan membuat frustasi. Perasaan-perasaan ini, dan perkembangannya
nanti dalam hubungan cinta yang lebih mendalam dan lebih masak, merupakan salah
satu aspek pokok dari tahap perkembangan baik secara kultural, biologis, maupun
pribadi. Setiap remaja memasuki tahap ini pada masa pubertas, dan sementara ia
bertambah dewasas bagaimanapun juga ia harus menemukan jalannya sendiri.[13]
Berdasarkan pernyataan Gardner di
atas, maka dapat dilihat bahwa salah satu yang menjadi penyebab remaja
melakukan seks atau semacamnya seperti masturbasi adalah kebingungan atas
gejolak seks yang memuncak pada masa remaja.[14]
Dengan kata lain, masturbasi adalah pelampiasan terhadap keinginan melakukan
hubungan seks dengan orang yang diharapkan. Masturbasi juga dapat dikategorikan
sebagai salah satu cara yang dilakukan remaja untuk menikmati pengalaman seks.
Gilbert Lumoindong menyatakan
beberapa penyebab masturbasi yaitu:[15]
1.
Masa pubertas yang tidak dipersiapkan; masa
pubertas adalah masa di mana organ-organ seks dan reproduksi seorang remaja
mulai aktfi. Tanpa persiapan yang benar sesuai dengan firman Allah, hasil
penjelasan Gereja dan keluarga, maka keberadaan pubertas ini tidak terkendali.
2.
Rangsangan yang berlebihan; tiap-tiap organ seks
pemuda/remaja hanya dapat menampung “rangsangan” dalam kapasitas wajar. Namun
bacaan cabul, memandang dan memikirkan yang cabul dapat menyebabkan rangsangan
yang berlebihan pada remaja.
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat dilihat bahwa penyebab atau
yang menjadi latar belakang remaja melakukan tindakan masturbasi sangat
bervariasi. Hal tersebut sangat bergantung kepada lingkungan tempat remaja
tersebut berada. Lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan pergaulan.
Bab 3
Masturbasi Menurut
Perspektif Psikologi dan Kristen
Pendahuluan
Ada
berbagai pandangan terhadap masturbasi. Dalam karya tulis ini, penulis akan
melihat dua sudut pandang terhadap masturbasi. Sudut pandang yang dimaksud
penulis adalah menurut pandangan psikologi dan menurut Alkitab atau pandangan
Kristen. Berikut adalah pembahasan selanjutnya.
Masturbasi Menurut
Perspektif Psikologi
Pada tahap remaja, seks merupakan
bagian dari perkembangan secara biologis yang dialami oleh para remaja.[16]
Remaja pada tahap ini telah mengalami kematangan seksual. Hurlock menyatakan,
Sekarang, ketika mereka (remaja) secara seksual sudah
matang, laki-laki maupun perempuan mulai mengembangkan sikap yang baru pada
lawan jenisnya, dan selain mengembangkan minat terhadap lawan jenis juga
mengembangkan minat pada pelbagai kegiatan yang melibatkan laki-laki dan
perempuan. Minat yang baru ini, yang mulai berkembang bila kematangan seksual
telah tercapai, bersifat romantis dan disertai dengan keinginan yang kuat untuk
memperoleh dukungan dari lawan jenis.[17]
Lebih
lanjut Hurlock menyatakan,
Minat dan perilaku seks yang berkisar di sekitar
heteroseksual mempunyai dua unsur yang terpisah. Pertama, perkembangan pola
perilaku yang melibatkan anggota kedua kelompok seks, dan kedua, perkembangan
sikap sehubungan dengan hubungan kedua kelompok seks. Perbedaan dengan kegiatan
heteroseksual remaja di masa lampau terletak dalam dua hal: pertama,
tahap-tahap perilaku heteroseks saat ini lebih campur-aduk dibandingkan dengan
tahap di masa lampau, dan kedua, perilaku seksual sekarang lebih bebas.[18]
Berdasarkan pernyataan Hurlock di atas, maka dapat dilihat bahwa pada
masa remaja, seks merupakan bagian dari perkembangan secara fisik (biologis). Dengan
demikian dapat dipastikan bahwa dalam masa remaja, masturbasi merupakan bagian
dari perkembangan biologis yang dialami oleh para remaja.
Dalam ilmu psikologi, kecenderungan remaja untuk masturbasi dilihat
sebagai tindakan untuk mendapatkan kenikmatan atau kesenangan seksual. Sehubungan
dengan hal tersebut Dr. C. George Boeree menyatakan,
Banyak psikolog pada akhir 1800-an dan awal 1900-an percaya
bahwa masturbasi menghasilkan semua jenis penyakit fisik dan mental sehingga
harus dihentikan apapun resikonya. Namun, kini konsesusnya jelas: Masturbasi
tidak memiliki efek penyakit apapun bagi pria maupun wanita; wanita remaja atau
pria remaja. [19]
Boeree menyatakan bahwa pada zaman modern dan zaman selanjutnya,
masturbasi dipandang sebagai tindakan seks yang aman untuk dilakukan. Dengan
mendapatkan informasi demikian, maka remaja akan melakukan masturbasi tanpa ada
perasaan bersalah dalam diri.
Selain melihat masturbasi tidak menyebabkan penyakit, maka pandangan lain
menyatakan bahwa masturbasi bukan merupakan penyimpangan seks. Boeree
menyatakan,
Tentu saja masturbasi bukanlah sebuah penyimpangan,
karena ada sekitar 60% pria dan 40% wanita melaporkan pernah melakukan
masturbasi sebelumnya. Di sisi pria, dari usia 18 hingga 39 tahun, maka 28%
melakukan masturbasi lebih dari sekali dalam seminggu, 37% kurang sari sekali
dalam seminggu, dan 35% tidak sama sekali. Tampaknya 5% pria dan 11% perempuan
melaporkan tidak pernah melakukan masturbasi.Di sisi lain, 53% pria dan
25% wanita mulai melakukan masturbasi pada saat mereka berusia antara 11 dan 13
tahun.[20]
Dalam pandangan psikologi secara umum, masturbasi bukan merupakan
penyimpangan seks. Masturbasi dipandang sebagai hal yang normal dalam
perkembangan seks pada usia remaja.[21]
Hal yang sma dikemukakan oleh Dr. James Dobson, ia menyatakan “ Menurut
pendapat saya, masturbasi ini tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan. Ini
adalah bagian yang wajar dari masa pubertas, yang tidak melibatkan seorang lain
pun”.[22]
Sekalipun masturbasi dipandang sebagai hal yang wajar dari perspektif
psikologi, akan tetapi orang tua tentu memiliki kekuatiran terhadap kebiasaan
tersebut. Hal yang sama dikemukakan oleh, ia menyatakan, “Kekhawatiran lain
bagi beberapa orang tua adalah masturbasi,
atau stimulasi genital sendiri”.[23]
Kekuatiran tersebut didasarkan atas ketakutan akan keterikatan para remaja pada
seks.
Kesimpulannya adalah bahwa masturbasi bukan merupakan penyimpangan
seksual dalam pandangan psikologis. Masturbasi dianggap sebagai sesuatu yang
wajar dalam kehidupan remaja. Hal ini didasarkan pada perkembangan psikis dan
fisik yang dialami oleh para remaja.
Masturbasi Menurut
Perspektif Kristen
Pertentangan
mengenai masturbasi tidak hanya terjadi dalam dunia psikologi melainkan dalam
kehidupan Kristiani. Berbagai pandangan muncul mengenai persepsi terhadap
masturbasi. Akan tetapi secara umum, kebenaran Kristiani tidak memperbolehkan
masturbasi. Dengan kata lain, dalam pandangan Kristen, masturbasi tidak dapat
dibenarkan secara Alkitabiah.
Pandangan terhadap masturbasi dapat
tercermin dari pendapat Jerry White sebagai berikut,
Kesimpulanku adalah bahwa masturbasi seharusnya tidak
menjadi bagian dari kehidupan seorang Kristen. Ayat-ayat dalam 1 Korintus
6:18-20, Galatia 5:19 dan 1 Tesalonika 4:3-7 dalam Alkitab berbicara tentang
masalah penggunaan tubuh kita secara tepat dalam seks. Paulus berkata, “ Karena
inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan,
supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi isterimu sendiri
dan hidup dalam pengudusan dan penghormatan, bukan dalam keinginan hawa nafsu,
seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah (1 Tes. 4:3-5).[24]
Dalam penjelasan Jerry White di atas
dapat dilihat bahwa dalam pandangan Kristen, masturbasi sama sekali tidak dapat
dibenarkan. Masturbasi dipandang sebagai sebuah penyimpangan dari ketetapan
untuk menguduskan diri. Masturbasi selalu didasarkan pada hasrat seksual yang
tinggi. Dalam pandangan Alkitabiah, masturbasi merupakan tindakan cabul atau
percabulan.
Pernyataan di atas memang masih
menjadi perdebatan yang diperbincangkan. Akan tetapi pada dasarnya tindakan
masturbasi merupakan akibat dari hawa nafsu dan berahi yang tidak pada
tempatnya. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Jerry White,
Walaupun kita boleh jadi tidak akan menyelesaikan
semua argumen yang menentang pernyataan bahwa masturbasi adalah dosa, namun
kita tidak dapat mengingkari bahwa hal tersebut diakibatkan oleh hawa nafsu dan
berahi yang tidak pada tempatnya. Tetapi di dalam kebebasan yang kita miliki
berdasar kasih karunia Allah, kita boleh memilih
melakukan apa yang kudus dan benar dalam pandangan Allah.[25]
Ajaran Kristen atau Alkitabiah
mengharuskan setiap orang percaya untuk melakukan yang kudus di hadapan Tuhan.
Bahkan dalam pandangan Kristen, tidak hanya melakukan tindakan yang kudus,
melainkan memikirkan juga perkara-perkara yang kudus. Dengan kata lain,
melakukan hal yang tidak kudus merupakan pelanggaran terhadap ketentuan yang
telah ditetapkan oleh Tuhan.
Herbert J. Miles secara spesifik
menyatakan, “Masturbasi oleh wanita merupakan pelanggaran terhadap sifat dari
perintah-perintah Alkitab kepada orang muda, termasuk bagian-bagian Alkitab
seperti misalnya Roma 13:14, 1 Korintus 6:13, Galatia 5:16, Kolose 3:17, 1
Timotius 4:12, 2 Timotius 2:22, Yakobus 1:15, 1 Yohanes 2:16”.[26]
Menurut Miles, masturbasi bagi wanita adalah pelanggaran terhadap
perintah Alkitab (Allah). Akan tetapi bagi penulis sendiri, perintah dalam
Alkitab tidak hanya bagi wanita, melainkan bagi semua orang yang percaya kepada
Allah. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dalam pandangan Kristen (Alkitab)
baik laki-laki maupun perempuan tidak dibenarkan untuk melakukan masturbasi.
Tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap perintah Tuhan untuk hidup
kudus.[27]
Ringkasan
Psikologi memandang bahwa tindakan
masturbasi yang dilakukan pada masa remaja merupakan bagian dari metabolisme
fisik remaja.[28] Masturbasi
bukan merupakan penyelewengan seks, melainkan penyaluran hasrat seks yang
memang meningkat pada masa remaja. Memantau aktivitas seksual remaja (secara
khusus masturbasi) merupakan tugas yang harus dilakukan oleh para orangtua.
Dalam pandangan Kristen atau
Alkitabiah, masturbasi tidak dapat dibenarkan. Artinya adalah bahwa dalam
pengajaran Kristen, masturbasi merupakan penyimpangan dari kekudusan seks yang
dikaruniakan Tuhan kepada manusia. Seks merupakan karunia Allah yang dapat
dinikmati dalam pernikahan yang kudus. Akan tetapi masturbasi telah menjadi
penyaluran nafsu seks yang bertentangan dengan kehendak Allah.
Adanya perbedaan antara pandangan
psikologis dengan pandangan Alkitabiah bukan merupakan masalah besar bagi
setiap remaja Kristen. Adanya perbedaan tersebut harusnya memberikan wawasan
yang luas untuk melihat masturbasi. Psikologi menanggapi bahwa meningkatnya
gairah seks remaja diakibatkan oleh masa puber.
Pandangan Kristiani tidak memungkiri setiap perkembangan fisik yang
dialami manusia. Akan tetapi pandangan Kristiani lebih mengutamakan kekudusan
seks di dalam kerangkan pernikahan kudus. Dengan kata lain, Kristen tidak
menolak perubahan fisik dan psikis yang dialami remaja dalam masa puber. Akan
tetapi yang menjadi permasalahan adalah dengan melampiaskan hawa nafsu seks
melalui tindakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Bab 4
Dampak-Dampak Masturbasi
Pendahuluan
Setiap
tindakan selalu memiliki dampak. Masturbasi yang dilakukan secara terus-menerus
akan memberikan dampak terhadap perkembangan fisik dan psikis yang
melakukannya. Dampak masturbasi tersebut masih menjadi perdebatan yang hangat
dalam dunia kedokteran. Pada dasarnya dampak yang dimunculkan dalam diskusi
sangat variatif, bergantung pada kondisi lingkungan. Artinya dalam dunia
psikologis dan kedokteran, dampak yang dimunculkan mempertimbangkan efek
terhadap kesehatan dan psikis yang melakukannya. Akan tetapi dalam ranah
religius, maka dampak yang dimunculkan akan selalu dikaitkan dengan kepercayaan
dan standar moral yang ada dalam agama tersebut. Berikut adalah dampak-dampak
dari masturbasi berdasarkan pandangan psikologi/kedokteran dan dampak
berdasarkan pandangan Kristiani.[29]
Dampak Berdasarkan
Perspektif Psikologi/Kedokteran
Dalam
pandangan psikologis dan juga pandangan kedokteran, masturbasi dilihat sebagai tindakan
yang wajar.[30]
Oleh karena
itu dampak yang dimunculkan hanya mengarah kepada kegiatan masturbasi yang
dilakukan dalam intensitas yang tinggi.
Gayatri menuliskan beberapa dampak
yang bisa dialami oleh kaum wanita jika melakukan masturbasi dalam intensitas
yang tidak terkontrol. Beberapa dampak negatif yang dituliskannya antara lain:[31]
1.
Robeknya selaput dara.
2.
Terjadi infeksi apabila dilakukan dengan
menggunakan alat.
3.
Vagina akan lecet apabila masturbasi dilakukan
secara terus-menerus dengan menggunakan alat bantu.
4.
Jika terbiasa sendirian, kelak akan sulit membangun
kepuasan bersama ketika melakukan aktivitas seksual bersama pasangan.
5.
Mengakibatkan pikiran lebih tertuju kepada
aktivitas seksual sehingga dapat jadi mengabaikan hal-hal penting lainnya yang
harus dilakukan untuk mengembangkan kematangan psikologisnya (bergaul, belajar,
beraktivitas yang positif dan produktif).
Dampak-dampak negatif masturbasi juga tidak dialami oleh wanita,
melainkan juga oleh laki-laki. Beberapa dampak negatif yang dapat dialami
karena keterikatan terhadap masturbasi adalah:[32]
1.
Ejakulasi dini.
2.
Memicu gangguan kesehatan akibat meningkatnya
produksi hormon seks dan neutrotransmitter. Gangguan itu dapat berupa
kelelahan, nyeri pinggul, testis sakit, atau rambut rontok.
3.
Mastrubasi yang kompulsif dapat berakibat pada
hubungan dengan sosial pelaku. Lebih menutup diri dan lebih menikmati
berhubungan dengan dirinya sendiri.
Beberapa dampak negatif lainnya yang dapat dialami laki-laki (tidak
terkecuali remaja) ketika melakukan masturbasi secara terus-menerus misalnya,
potensi untuk impotensi dan juga dapat menyebabkan kebocoran katup air mani.[33]
Sekalipun masturbasi dipandang sebagai tindakan yang wajar pada masa
remaja, akan tetapi dampak-dampak terhadap fisik tidak dapat diabaikan. Masturbasi
dapat membawa kepada keterikatan akan seks dengan diri sendiri.[34]
Oleh karena itu perlu kesadaran dari setiap remaja yang masih terikat terhadap
masturbasi untuk dapat melepaskan diri dari jerat seks yang tidak terkendali.
Dampak Berdasarkan Perspektif Kristiani
Kekristenan
yang berdasarkan pada firman Tuhan yang Alkitabiah tidak akan mentoleransi
setiap tindakan yang bertentangan dengan perintah Tuhan. Oleh karena itu, dalam
pandangan Kristen, ada beberapa dampak yang diakibatkan oleh keterikatan
terhadap masturbasi. Berikut adalah dampak masturbasi berdasarkan pandangan
Kristen (Alkitabiah).
1.
Adanya perasaan berdosa yang timbul dalam diri
remaja yang melakukannya.
Pada dasarnya tindakan masturbasi
tidak secara otomatis dilakukan oleh remaja. Tindakan ini selalu dimotivasi
atau dilatar belakangi oleh adanya keinginan yang kuat dalam diri untuk
menikmati seks.[35] Dengan
kata lain ada nafsu seks yang kuat di dalam diri remaja yang kemudian mendorong
untuk melakukan masturbasi.
Remaja yang telah mengenal
kebenaran atau pernah mengenal kebenaran mengenai hawa nafsu akan melihat
tindakan tersebut sebagai dosa. Perasaan tersebut akan terus membayangi setiap
kali telah melakukan masturbasi.
Alkitab tidak secara langsung
menolak masturbasi. Akan tetapi dalam Alkitab sangat jelas ada perintah untuk
tidak mengumbar hawa nafsu. Yesus bahkan memberikan penekanan yang lebih jelas
dalam Matius 5:28 mengenai pikiran yang cabul atau berzinah dalam pikiran.
2.
Relasi yang renggang dengan Tuhan.
Ketika seseorang melakukan
tindakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan secara terus-menerus
(contohnya remaja yang terikat pada masturbasi), maka semakin lama relasi
dengan Tuhan bisa renggang. Relasi yang renggang tersebut juga dapat
diakibatkan oleh perasaan putus asa karena tidak mampu lagi untuk membendung
nafsu seks yang dilampiaskan dengan cara yang bertentangan dengan kehendak
Tuhan.
3.
Menjadi budak hawa nafsu.
Melakukan masturbasi secara terus-menerus
atau mempunyai keterikatan terhadap masturbasi akan menyebabkan keterikatan
terhadap hawa nafsu. Pengendalian diri terhadap hawa nafsu seks yang timbul di
dalam diri akan menjadi semakin hilang. Pada batas tertentu, pengendalian diri
itu akan hilang sama sekali sehingga pada akhirnya nafsu itulah yang menguasai
tindakan. Dengan penguasaan hawa nafsu terhadap diri sendiri, maka masturbasi
itu telah menjadikan diri sebagai budak hawa nafsu yang bertentangan dengan
kehendak Tuhan.
Ringkasan
Masturbasi merupakan fenomena
perkembangan biologis yang dialami oleh para remaja. Tindakan tersebut dapat
membawa dampak terhadap fisik maupun tehadap kerohanian (religius). Tingkat penerimaan
terhadap dampak-dampak tersebut dikondisikan berdasar pada lingkungan dan
tingkat kematangan rohani.
Masturbasi sangat kompleks.
Maksudnya adalah bahwa dampak yang diakibatkan oleh tindakan tersebut juga bisa
bermacam-macam. Penulis melihat bahwa dampak yang dimunculkan dalam karya tulis
ini hanya sebagian kecil dari banyaknya dampak yang diakibatkan oleh
masturbasi. Demi mendapatkan pemahaman yang lebih luas mengenai berbagai dampak
masturbasi, maka diperlukan studi lanjut ke berbagai sumber yang terkait.
Bab 5
Kesimpulan
Masa
remaja merupakan masa yang akan dilewati dalam proses pertumbuhan menuju
kedewasaan. Dalam proses itu berbagai masalah dapat dialami, secara khusus
dalam tahap remaja. Salah satu masalah yang sering dihadapi remaja adalah
mengenai eksplorasi seks yang tidak diarahkan dengan baik. Masturbasi merupakan
bagian dari eksplorasi seks yang tidak diarahkan dalam masa remaja.
Oleh karena itu pada masa ini,
remaja perlu memahami seks dengan baik berdasarkan standar kebenaran ilahi di
dalam Alkitab atau kebenaran iman Kristen. Bagaimana caranya agar para remaja,
khususnya remaja Kristen dapat memahami seks seperti yang dikendaki Tuhan? Ini
merupakan pertanyaan yang harus menjadi perenungan setiap konselor Kristen yang
menangani berbagai bentuk permasalahan remaja.
Satu hal yang perlu disampaikan
kepada mereka adalah mengenai pandangan terhadap seks berdasarkan perspektif
firman Tuhan. Setiap remaja Kristen perlu menyadari bahwa pada dasarnya seks
diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan yang baik dan untuk dinikmati oleh pasangan
suami isteri (Kej. 1:27,31; 2:24). Selanjutnya mereka juga perlu diberikan pemahaman
mengenai pentingnya pengudusan diri, termasuk kekudusan pikiran.
Matius 5:28 memberikan pemahaman
yang jelas tentang pikiran yang telah menyimpang dari kebenaran firman Tuhan.
Dalam bagian ini, Yesus menyatakan bahwa jika ada orang yang memandang
perempuan dengan pikiran penuh hawa nafsu, maka orang itu telah berbuat zinah
dengan perempuan itu di dalam pikirannya. Dengan kata lain, pikiran yang
dicemari dengan hawa nafsu (keinginan untuk memikmati seks yang dilarang)
merupakan pelanggaran terhadap ketetapan Tuhan.
Mengajarkan kebenaran firman Tuhan
kepada para remaja bukan bertujuan untuk menanamkan rasa takut dalam diri
mereka. Tugas seorang konselor remaja adalah menanamkan kesadaran diri di dalam
hidup mereka, sehingga mereka mampu mengenal kebenaran yang hakiki dan
sekaligus memiliki keberanian untuk memilih yang terbaik bagi hidup mereka
sendiri. Kesadaran yang dimaksud adalah kesadaran bahwa melakukan eksplorasi
seks sebelum waktunya adalah tindakan yang tidak sesuai dengan kebenaran firman
Tuhan.
Bimbingan terhadap para remaja
sebaiknya bersifat preventif dan penyembuhan. Preventif artinya memberikan
bimbingan pada mereka agar dapt menghindarkan diri dari keterlibatan bahkan
keterikatan terhadap tindakan masturbasi. Bimbingan yang bersifat penyembuhan
adalah merupakan bentuk pembimbingan kepada mereka yang telah terlanjur
terlibat dan terikat pada masturbasi. Pelayanan ini hendaknya bukan bertujuan
untuk menanamkan rasa bersalah atau rasa berdosa, melainkan kesadaran diri yang
tinggi bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Setelah
memiliki kesadaran diri tersebut, maka mereka bisa membangkitkan semangat dalam
diri mereka untuk bangkit dari keterpurukan tersebut. Hidup sebagai remaja yang
normal dan menyenangkan hati Tuhan.
Pada akhirnya perlu dipahami bahwa
pelayanan terhadap remaja bukan merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu perlu
karunia dari Tuhan dan penyertaan-Nya. Harus ada keintiman dengan Tuhan,
sehingga Ia memberikan hikmat untuk melayani para remaja yang membutuhkan kasih
Tuhan dalam hidup mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, Rita L. dkk., Pengantar Psikologi ed. ke- 11. Jakarta:
Interaksara, 2005.
At-Tharsyah, Adnan, Serba-Serbi Wanita; Panduan Mengenal Wanita.
Jakarta: Niaga Swadaya, 2001.
Dobson, James, Menjelang Masa Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
Dwikarya, Maria, Menjaga Organ Intim; Penyakit & Penanggulangannya. Jakarta:
Kawan Pustaka, 2004.
Boeree, C. George, General Psychology. Jogjakarta:
Prismasophie, 2008.
Gardner, James E., Memahami Gejolak Masa Remaja. Jakarta:
Mitra Utama, 1996.
Gayatri, Buku Pintar Cewek Pintar. Jakarta: Gagas Media, 2006.
Hurlock, Elizabeth B., Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Erlangga, 2000.
Kesler, Jay, Tolong Aku Punya Anak Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
Lumindong, Gilbert, Menang Atas Masalah Hidup. Jakarta:
Gramedia, 2010.
Marjadi, Brahmaputra, Menyusun Batu Penjuru; Modul Pendidikan Seksualitas
Dasar bagi Kaum Remaja. Jogjakarta: Kanisius, 2005.
Meier, Paul D. dkk., Pengantar Psikologi dan Konseling Kristen. Yogyakarta:
ANDI, 2004.
Miles, Herbert J., Sebelum Menikah Pahami Dulu Seks. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2001.
McDowell, Josh & Bill Jones, Tanya Jawab Kawula Muda. Yogyakarta:
ANDI, 1998.
Panuju, Panut & Ida Umami, Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1999.
Shadily, Hassan & AG
Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum. Jogjakarta:
Kanisius, 1997.
Santrock, John W., Adolescence; Perkembangan Remaja. Jakarta:
Erlangga, 2003.
White, Jerry, Kejujuran Moral dan Hati Nurani. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Wong, Donna L. dkk., Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol. 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran; EGC, 2009.
[1]
Paul D. Meier dkk., Pengantar Psikologi
dan Konseling Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2004), 39. Lidz (1968, 299)
mendefinisikan masa remaja sebagai “masa di antara pubertas sampai kedewasaan
fisik...perubahan dari masa anak-anak, yang dimulai dengan semburan pertumbuhan
prapubertas dan didorong oleh perubahan hormonal masa pubertas, untuk mencapai
hak prerogatif, tanggung jawab, dan kemandirian orang dewasa”.
[2]
Lihat Jay Kesler, Tolong Aku Punya Anak
Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 14. Kesler menyatakan bahwa
dalam usia remaja, anak-anak ini (remaja) mencoba menyesuaikan diri dengan
perubahan jasmani mereka. Perubahan jasmaniah dalam masa ini dipahami dengan
jelas oleh para orangtua, namun sayang
banyak di antara mereka yang kelihatannya tidak memahami pengaruh dari
perubahan pada penyesuaian diri anak-anak mereka.
[3]
Lihat Rita L. Atkinson dkk., Pengantar
Psikologi ed. ke- 11(Jakarta: Interaksara, 2005), 189. Pubertas merupakan periode maturasi seksual
yang mengubah anak menjadi orang dewasa yang matang secara biologis yang mampu
melakukan reproduksi seksual. Periode tersebut biasanya terjadi dalam periode 3
atau 4 tahun. Pubertas dimulai dengan periode pertumbuhan fisik yang cepat
(percepatan perumbuhan masa remaja; adolescent
growth spurt) yang disertai oleh perkembangan bertahap organ reproduktif
dan karakteristik seks sekunder (perkembangan payudara pada perempuan, janggut
pada laki-laki, dan tumbuhnya rambut pubis pada kedua jenis). Bandingkan juga
dengan Brahmaputra Marjadi, Menyusun Batu
Penjuru; Modul Pendidikan Seksualitas Dasar bagi Kaum Remaja (Jogjakarta:
Kanisius, 2005), 159. Dalam bagian ini salah satu contoh kasuss yang dibahas
oleh Marjadi adalah kasus remaja usia 14 tahun yang telah terbiasa melakukan
masturbasi.
[4]
Lihat [home page on-line] tersedia di
http://jilbab.or.id/archives/136-masturbasi-onani-ditinjau-dari-sisi-agama-kesehatan-dan-psikologisi/
; internet; diakses 1 Mei 2012. Menurut
penelitian, para pemuda yang berumur antara 13 dan 20 tahun merupakan usia yang
paling banyak melakukan masturbasi. Biasanya yang melakukan masturbasi adalah
anak-anak muda yang belum kawin, atau menjanda, orang-orang dalam pengasingan
dan bermacam-macam lagi.
[5]
Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 563.
[6]
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 626.
[7]
Lihat [home page on-line] tersedia di http://jilbab.or.id/archives/136-masturbasi-onani-ditinjau-dari-sisi-agama-kesehatan-dan-psikologisi/
; internet; diakses 1 Mei 2012.
[8]
Wikipedia bahasa Indonesia [home page on-line] tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Masturbasi;
Internet; diakses 1 Mei 2012.
[9]
Lihat Hassan Shadily & AG Pringgodigdo, Ensiklopedi
Umum (Jogjakarta: Kanisius, 1997),
673. Masturbasi merupakan pemuasan diri secara seksuil (baik pada laki-laki
maupun perempuan) dengan jalan manual (menggunakan tangan) atau mekanik.
[10]
Pengertian masturbasi sebagai tindakan mencapai kenikmatan seksual tanpa
berhubungan seks dengan lawan jenis atau dengan orang lain mengindikasikan
bahwa tindakan masturbasi juga dapat dilakukan secara bersama-sama tanpa
melakukan hubungan seksual.
[11]
Bandingkan dengan artikel [home page on-line] tersedia di
http://jilbab.or.id/archives/136-masturbasi-onani-ditinjau-dari-sisi-agama-kesehatan-dan-psikologisi/
; internet; diakses 1 Mei 2012.Tujuan
utama dari masturbasi adalah untuk mencari kepuasan atau melepas keinginan
nafsu seksual dengan jalan tidak bersenggama.
[12]
Bandingkan Josh McDowell & Bill Jones, Tanya
Jawab Kawula Muda (Yogyakarta: ANDI, 1998), 162. Salah satu pertanyaan yang
sering dimunculkan oleh kawula muda termasuk remaja adalalah “Bukankah seks itu merupakan ekspresi puncak
dari cinta?”. Dengan demikian mereka
selalu berharap dalam hubungan cinta itu ada seks.
[13]
James E. Gardner, Memahami Gejolak Masa
Remaja (Jakarta: Mitra Utama, 1996), 125-26. Lebih lanjut Gardner menulis
bahwa kebanyakan Sekolah Menengah Pertama memberikan banyak penjelasan yang
mencetail menganai bagaimana tubuh kita berfungsi secara seksual. Film, TV, dan
buku juga membanjiri kaum muda dengan informasi dan rangsangan seksual.
Meskipun begitu, di kalangan remaja masih banyak terdapat kesalah-pahaman dan
ketidak-tahuan tentang seks, hubungan intim, dan cinta.
[14]
Bandingkan Elizabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 2000), 226. Hurlock menyatakan karena meningkatnya
minat pada seks, remaja selalu berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai
seks. Hanya sedikit remaja yang berharap bahwa seluk-beluk tentang seks dapat
dipelajari dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari berbagai sumber
informasi yang mungkin diperoleh, misalnya membahas dengan teman-teman,
buku-buku tentang seks, atau mengadakan percobaan dengan masturbasi, bercumbu,
atau bersenggama. Pada akhir masa remaja sebagian besar remaja laki-laki dan
perempuan sudah mempunyai cukup informasi tentang seks guna memuaskan
keingintahuan mereka.
[15]
Gilbert Lumindong, Menang Atas Masalah
Hidup (Jakarta: Gramedia, 2010), 155-56.
[16]
Perlu diketahui bahwa dalam masa remaja, seks merupakan salah satu kebutuhan
jasmaniah. Lihat Panut Panuju & Ida Umami, Psikologi Remaja (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), 27-28.
[17]
Hurlock, Psikologi Perkembangan, 227.
[18]
Hurlock, Psikologi Perkembangan, 240.
[19]
C. George Boeree, General Psychology
(Jogjakarta: Prismasophie, 2008), 152-53.
[20]
Boeree, General Psychology, 153.
Bandingkan dengan pernyataan Dr. Al. Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya (Yogyakarta: Kanisius, 1997), 42. Hadiwardoyo
menuliskan, “Akhir-akhir ini hampir di seluruh dunia tampak kecenderungan
masyarakat, terutama kamu muda, untuk membebaskan diri dari norma-norma lama di
bidang seksual. Mereka menganggap bahwa masalah seks bukanlah sesuatu yang tabu
untuk dibicarakan di muka umum, dan sebagian lagi bahkan merasa bahwa orang
boleh saja menunjukkan kemesraan di tempat ramai.
[21]
John W. Santrock, Adolescence;
Perkembangan Remaja (Jakarta: Erlangga, 2003), 407. Masturbasi adalah cara
penyaluran seksual yang paling sering dilakukan oleh banyak remaja. Pada semuah
penelitian, masturbasi adalah hal yang umum di antara pada remaja (Haas, 1979).
Bandingkan juga dengan pernyataan dr. Maria Dwikarya, Menjaga Organ Intim; Penyakit & Penanggulangannya (Jakarta:
Kawan Pustaka, 2004), 7. Kebiasaan masturbasi dapat timbul secara alamiah,
misalnya akibat kebiasaan memluk guling saat tidur, kemudian terlanjur merasa enak
dengan menggosokkan kelamin pada guling. Atau bisa dipicu oleh saran teman,
pengaruh buku bacaan, atau akibat menonton film porno.
[22]
James Dobson, Menjelang Masa Remaja (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2000), 95.
[23]
Donna L. Wong dkk., Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik Vol. 1(Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; EGC, 2009),
[24]
Jerry White, Kejujuran Moral dan Hati
Nurani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 183-84.
[25]
White, Kejujuran Moral dan Hati Nurani, 184.
[26]
Herbert J. Miles, Sebelum Menikah Pahami
Dulu Seks (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 172.
[27]
Sebagaimana diketahui bahwa masturbasi selalu dibarengi dengan pemikiran yang
tidak kudus.
[28]
Secara khusus metabolisme alat reproduksi atau perkembangan hormon reproduksi.
[29]
Perlu diketahu bahwa dalam pembahasan ini penulis tidak melakukan pemisahan
antara istilah psikologi, kedokteran maupun seksiolog. Dengan kata lain, ketiga
istilah itu digunakan mengacu kepada pandangan di luar pandangan agamawi secara
khusus agama Kristen.
[30]
Bandingkan dengan pernyataan Gayatri, Buku
Pintar Cewek Pintar (Jakarta: Gagas Media, 2006), 198. Dari segi
kedokteran, masturbasi adalah sesuatu yang wajar bagi seseorang untuk
melepaskan ketegangan seksual. Terutama bagi mereka yang belum saatnya melakukan
hubungan seksual. Lihat juga pembahasan Adnan at-Tharsyah, Serba-Serbi Wanita; Panduan Mengenal Wanita (Jakarta:
Niaga Swadaya, 2001), 151. Pada umumnya para seksolog berpendapat, bahwa
masturbasi adalah suatu gejala yang normal.
[31]
Gayatri, Buku Pintar Cewek Pintar, 198-99.
Bandingkan dengan dampak-dampak positif yang juga diberikan dalam salah satu
artikel Vivanews. Dampak-dampak tersebut secara khusus ditujukan pada wanita,
yaitu : mencegah infeksi serviks dan kandung kemih, mencegah penyakit
kardivaskular dan diabetes tipe 2, mengatasi insomnia secara alami,
menstabilkan mood, dan mengatasi stress. Lihat [home page on-line] tersedia di http://kosmo.vivanews.com/news/read/152961-dampak_masturbasi_pada_kesehatan_wanita;
Internet; diakses 4 Mei 2012.
[32]
Lihat [home page on-line] tersedia di http://gerry-tk.blogspot.com/2010/03/dampak-negatif-masturbasi-onani-bagi.html;
Internet; diakses 5 Mei 2012.
[33]
Lihat [home page on-line] tersedia di http://www.warungbebas.com/2011/02/akibat-buruk-kebiasaan-sering.html;
Internet; diakses 4 Mei 2012.
[34]
Keterikatan terhadap mastrubasi dapat melahirkan tindakan-tindakan seks yang
menjurus kepada tindakan amoral seperti pelecehan seksual bahkan sampai kepada
pemerkosaan. Bahkan dalam beberapa kasus yang terjadi bisa mengakibatkan adanya
pembunuhan terhadap objek yang dijadikan tempat melampiaskan nafsu berahi (yang
diperkosa oleh pelaku).
[35]
Biasanya timbulnya hawa nafsu dalam diri
dipicu oleh beberapa faktor misalnya karena melihat gambar-gambar porno,
tontonan porno, membaca bacaan porno dan juga imajinasi yang menjurus ke
hal-hal seks.
Komentar
Posting Komentar